PERANGKAT HUKUM BIDANG IT
Kerangka Hukum Bidang
Teknologi Informasi
Dampak negatif yang serius karena berkembangnya teknologi
informasi terutama teknologi internet harus segera ditangani dan ditanggulangi
dengan segala perangkat yang mungkin termasuk perangkat perundangan yang bisa
mengendalikan kejahatan dibidang teknologi informasi. Sudah saatnya bahwa hukum
yang ada harus bisa mengatasi penyimpangan penggunaan perangkat teknologi
informasi sebagai alat bantunya, terutama kejahatan di internet (cybercrime)
dengan menerapkan hukum siber (cyberlaw).
Pendapat tentang Cyberlow
Munculnya kejahatan diinternet pada awalnya banyak terjadi
pro-kontra terhadap penerapan hukum yang harus dilakukan. Hal ini direnakan
saat itu sulit untuk menjerat secara hukum para pelakunya karena beberapa
alasan. Alasan yang menjadi kendala seperti sifat kejahatannya bersifat maya,
lintas negara, dan sulitnya menemukan pembuktian. Hukum yang ada saat itu yaitu
hukum tradisional banyak memunculkan pro-kontra, karena harus menjawab
pertanyaan bisa atau tidaknya sistem hukum tradisional mengatur mengenai
aktivitas-aktivitas yang dilakukan di Internet.
Mas Wigrantoro dalam naskah akademik tentang RUU bidang
Teknologi Informasi menyebutkan, terdapat dua kelompok pendapat dalam menjawab
pertanyaan ini, yaitu : – Kelompok pertama berpendapat bahwa hingga saat ini
belum ada perundangan yang mengatur masalah kriminalitas penggunaan Teknologi
Informasi (cybercrime), dan oleh karenanya jika terjadi tindakan kriminal di
dunia cyber sulit bagi aparat penegak hukum untuk menghukum pelakunya. –
Kelompok kedua beranggapan bahwa tidak ada kekosongan hukum, oleh karenanya
meski belum ada undang – undang yang secara khusus mengatur masalah cybercrime,
namun demikian para penegak hukum dapat menggunakan ketentuan hukum yang sudah
ada. Pendapat dua kelompok di atas mendorong diajukannya tiga alternatif
pendekatan dalam penyediaan perundang-udangan yang mengatur masalah
kriminalitas Teknologi Informasi, yaitu :– Alternatif pertama adalah dibuat
suatu Undang –Undang khusus yang mengatur masalah Tindak Pidana di Bidang
Teknologi Informasi – Alternatif kedua, memasukkan materi kejahatan Teknologi
Informasi ke dalam amandemen KUHP yang saat ini sedang digodok oleh Tim
Departemen Kehakiman dan HAM, – Alternatif ketiga, melakukan amandemen terhadap
semua undang – undang yang diperkirakan akan berhubungan dengan pemanfaatan.
Prinsip dan Pendekatan Hukum
Istilah hukum siber diartikan sebagai padanan kata dari
Cyber Law, yang saat ini secara internasional digunakan untuk istilah hukum
yang terkait dengan pemanfaatan teknologi informasi. Istilah lain yang juga
digunakan adalah hukum Teknologi Informasi (Law of Information Technology)
Hukum Dunia Maya (Virtual World Law) dan Hukum Maya antara. Istilah-istilah tersebut
lahir mengingat kegiatan internet dan pemanfaatan teknologi informasi berbasis
virtual. Dalam ruang siber pelaku pelanggaran seringkali menjadi sulit dijerat
karena hukum dan pengadilan Indonesia belum memiliki yurisdiksi terhadap pelaku
dan perbuatan hukum yang terjadi, mengingat pelanggaran hukum bersifat
transnasional tetapi akibatnya justru memiliki implikasi hukum di Indonesia.
Dalam hukum internasional, dikenal tiga jenis jurisdiksi, yaitu :– jurisdiksi
untuk menetapkan undang-undang (the jurisdiction to prescribe),– jurisdiksi
untuk penegakan hukum (the jurisdiction to enforce), dan – jurisdiksi untuk
menuntut (the jurisdiction to adjudicate).
Instrumen Internasional di Bidang Cybercrime Uni Eropa
Instrumen Hukum Internasional publik yang mengatur masalah
Kejahatan siber yang saat ini paling mendapat perhatian adalah Konvensi tentang
Kejahatan siber (Convention on Cyber Crime) 2001 yang digagas oleh Uni Eropa.
Konvensi ini meskipun pada awalnya dibuat oleh
organisasi Regional Eropa, tetapi dalam perkembangannya
dimungkinkan untuk diratifikasi dan diaksesi oleh negara manapun didunia yang
memiliki komitmen dalam upaya mengatasi kejahatan Siber. Substansi konvensi
mencakup area yang cukup luas, bahkan mengandung kebijakan kriminal (criminal
policy) yang bertujuan untuk melindungi masyarakat dari cyber crime, baik
melalui undang-undang maupun kerjasama internasional.
PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa)
Sidang Umum PBB pada tanggal 4 Desember 2000 menandatangani
Resolusi 55/63 yang berisi tentang memerangi tindakan kriminal penyalah- gunaan
Teknologi Informasi, Butir – butir Resolusi yang selanjutnya menandai
dimulainya perhatian dunia terhadap masalah kejahatan Teknologi Informasi.
Asia Pacific Economy Cooperation (APEC )
Menindak-lanjuti Resolusi PBB 55/63 tersebut di atas para
pemimpin ekonomi yang tergabung dalam organisasi Kerja Sama Ekonomi Asia
Pasifik (APEC) sepakat membentuk APEC Cybercrime Strategy yang bertujuan
mengupayakan secara bersama keamanan Internet (cybersecurity) dan mencegah serta
menghukum pelaku cybercrime. Selanjutnya diminta kepada para pemimpin anggota
APEC agar membentuk unit – unit pengamanan yang bertugas memerangi kejahatan
cybercrime, serta menunjuk personalia yang bertugas sebagai point of contact
dalam kerja sama internasional memerangi cybercrime.
Ruang Lingkup Cyber Law
Perspektif Cyber low dalam Hukum Indonesia
Dilihat dari kejadian-kejadian kriminalitas internet dan
begitu berkembangnya pemakaian atau emanfaaatan di Indonesia maupun di dunia
Internasional, sudah saatnya pemerintah Indonesia menerapkan cyber law sebagai
prioritas utama. Urgensi cyber law bagi Indonesia terletak pada keharusan
Indonesia untuk mengarahkan transaksitransaksi lewat Internet saat ini agar
sesuai dengan standar etik dan hukum yang disepakati dan keharusan untuk
meletakkan dasar legal dan kultural bagi masyarakat Indonesia untuk masuk dan
menjadi pelaku dalam masyarakat informasi.Pemerintah Indonesia baru saja
mengatur masalah HaKI (Hak atas Kekayaan Intelektual), No 19 tahun 2002. Namun
undang-undang tersebut berfokus pada persoalan perlindungan kekayaan
intelektual saja. Ini terkait dengan persoalan tingginya kasus pembajakan
piranti lunak di negeri ini. Kehadiran UU tersebut tentu tidak lepas dari
desakan negara-negara produsen piranti lunak itu berasal. Begitu juga dengan
dikeluarkannya UU hak patent yang diatur dalam UU no 14 tahun 2001, yang
mengatur hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada Inventor atas hasil
Invensinya di bidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan
sendiri Invensinya tersebut atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain
untuk melaksanakannya. Terlepas dari masalah itu, sebenarnya kehadiran cyberlaw
yang langsung memfasilitasi eCommerce, eGovernment dan cybercrime sudah sangat
diperlukan.
http://bdkpadang.kemenag.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=485:etika-dan-kerangka-hukum-bidang-teknologi-informasi&catid=41:top-headlines
0 komentar:
Posting Komentar