SISTEM OPERASI WINDOWS

Klik foto untuk membaca artikel

SISTEM OPERASI iOS

Klik foto untuk membaca artikel

SISTEM OPERASI LINUX

Klik foto untuk membaca artikel

SISTEM OPERASI SOLARIS

Klik foto untuk membaca artikel

SISTEM OPARASI ANDROID

Klik foto untuk membaca artikel

Selasa, 22 Desember 2015

UNDANG - UNDANG ITE



Hal-hal Yang Diatur Dalam UU ITE Secara Garis Besar



Secara garis besar UU ITE mengatur hal-hal sebagai berikut :

Tanda tangan elektronik memiliki kekuatan hukum yang sama dengan tanda tangan konvensional (tinta basah dan bermaterai). Sesuai dengan e-ASEAN Framework Guidelines (pengakuan tanda tangan digital lintas batas).
  • Alat bukti elektronik diakui seperti alat bukti lainnya yang diatur dalam KUHP.
  • UU ITE berlaku untuk setiap orang yang melakukan perbuatan hukum, baik yang berada di wilayah Indonesia maupun di luar Indonesia yang memiliki akibat hukum di Indonesia.
  • Pengaturan Nama domain dan Hak Kekayaan Intelektual.
  • Perbuatan yang dilarang (cybercrime) dijelaskan pada Bab VII (pasal 27-37):
  • Pasal 27 (Asusila, Perjudian, Penghinaan, Pemerasan)
  • Pasal 28 (Berita Bohong dan Menyesatkan, Berita Kebencian dan Permusuhan)
  • Pasal 29 (Ancaman Kekerasan dan Menakut-nakuti)
  • Pasal 30 (Akses Komputer Pihak Lain Tanpa Izin, Cracking)
  • Pasal 31 (Penyadapan, Perubahan, Penghilangan Informasi)
  • Pasal 32 (Pemindahan, Perusakan dan Membuka Informasi Rahasia)
  • Pasal 33 (Virus?, Membuat Sistem Tidak Bekerja (DOS?))
  • Pasal 35 (Menjadikan Seolah Dokumen Otentik (phising?))

UU ITE sebagai payung hukum

Hampir semua aktivitas cyber crime membutuhkan aktivitas lainnya untuk melancarkan aktivitas yang dituju. Karena itu UU ITE harus mampu mencakupi semua peraturan terhadap aktivitas-aktivitas cybercrime …. cybercrime,dan seharusnya masyarakat dapat diperkenalkan lebih lanjut lagi mengenai UUD ITE supaya masyarakat tidak rancu lagi mengenai tata tertib mengenai cyberlaw ini dan membantu mengurangi kegiatan cybercrime di indonesia. …
Isi UU ITE yang Membahayakan Kebebasan Pendapat Pengguna Online. Pasal dalam Undang-undang ITE Pada awalnya kebutuhan akan Cyber Law di Indonesia berangkat dari mulai banyaknya transaksi-transaksi perdagangan yang terjadi lewat dunia maya. … Dan dalam perkembangannya, UU ITE yang rancangannya sudah masuk dalam agenda DPR sejak hampir sepuluh tahun yang lalu, terus mengalami penambahan disana-sini, termasuk perlindungan dari serangan hacker, pelarangan penayangan content
Yang jelas, dengan adanya UU ITE ini, sudah ada payung hukum di dunia maya. Maka kalau Anda bergerak di bisnis ini, pelajari baik-baik isinya. Secara umum dijelaskan dalam Undang Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE),



Dunia Maya VS UU ITE

Dunia Maya memang tempat yg paling tepat untuk menyampaikan segala macam gagasan maupun Expresi kita,namun ingatlah kita tidak bisa seenaknya melakukan hal-hal yg di luar norma dan aturan yg berlaku,
apalagi dengan adanya UU ITE yg telah secara sah di Berlakukan sejak 25 maret 2008, para penghuni dunia maya seperti kita ini harus lebih mawas diri dan berlaku sewajarnya saja...
Masalah-masalah yg muncul akibat dunia maya tidaklah sedikit,bahkan sebelum di sahkan nya UU ITE sudah bermunculan hal-hal tersebut,
contoh kasus yang semula dianggap iseng bisa menjadi masalah UU ITE

Contoh:
Tidak lama ini ada teman saya sebut saja( X) tidak puas akan fasilitas dan pelayanan di salah satu cafe yang ada di Surabaya. kemudian X menulis atau membuat status disalah satu jejaring sossial. akibat tulisannya yang menjelekan cafe dan pemilik cafe merasa keberatan maka pemilik cafe melaporkannya pada pihak berwajib.
Akibat tulisannya itu X dikenakan UU ITE yaitu pencemaran nama baik. untungnya pemilik cafe mau diajak berdamai dengan syarat X terkena denda dan X harus menulis pernyataan di jejaring sosial yang isinya meminta maaf dan harus memulihkan nama baik cafe selama 10 hari.
nah itu adalah contoh pelanggaaran UU ITE yang sudah terjadi baru baru ini.



Kontroversi Yang disebabkan beberapa kelemahan pada UU ITE

  • 1. UU ini dianggap dapat membatasi hak kebebasan berekspresi, mengeluarkan pendapat dan bisa menghambar kreativitas dalam ber-internet, terutama pada pasal 27 ayat (1), Pasal 27 ayat (3), Pasal 28 ayat (2), dan Pasal 31 ayat (3). Pasal-pasal tersebut pada dianggap umumnya memuat aturan-aturan warisan pasal karet (haatzai artikelen), karena bersifat lentur, subjektif, dan sangat tergantung interpretasi pengguna UU ITE ini. Ancaman pidana untuk ketiganya pun tak main-main yaitu penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak 1 milyar rupiah.(Tambahan lagi, dalam konteks pidana, ketiga delik ini berkategori delik formil, jadi tidak perlu dibuktikan akan adanya akibat dianggap sudah sempurna perbuatan pidananya. Ketentuan delik formil ini, di masa lalu sering digunakan untuk menjerat pernyataan-pernyataan yang bersifat kritik. Pasal-pasal masih dipermasalahkan oleh sebagian bloger Indonesia).
  • 2. Belum ada pembahasan detail tentang spamming. Dalam pasal 16 UU ITE mensyaratkan penggunaan ’sistem elektronik’ yang aman dengan sempurna, namun standar spesifikasi yang bagaimana yang digunakan ? Apakah mengoperasikan web server yang memiliki celah keamanan nantinya akan melanggar undang-undang?
  • 3. Masih terbuka munculnya moral hazard memanfaatkan kelemahan pengawasan akibat euforia demokrasi dan otonomi daerah, seperti yang kadang terjadi pada pelaksanaan K3 dan AMDAL.
  • 4. Masih sarat dengan muatan standar yang tidak jelas, misalnya standar kesusilaan, definisi perjudian, interpretasi suatu penghinaan. Siapa yang berhak menilai standarnya ? Ini sejalan dengan kontroversi besar pada pembahasan undang-undang anti pornografi.
  • 5. Ada masalah yurisdiksi hukum yang belum sempurna. Ada suatu pengaandaian dimana seorang WNI membuat suatu software kusus pornografi di luar negeri akan dapat bebas dari tuntutan hukum.



3 Pasal UU ITE yang membahayakan blogger

Berikut ini, ada beberapa pasal yang mungkin harus Anda cermati dan perhatikan supaya terhindar dari jerat UU ITE. Juga supaya Anda aman saat berselancar, menulis, posting atau melakukan hal-hal tertentu di dunia maya.

Terdapat sekitar 11 pasal yang mengatur tentang perbuatan-perbuatan yang dilarang dalam UU ITE, yang mencakup hampir 22 jenis perbuatan yang dilarang. Dari 11 Pasal tersebut ada 3 pasal yang dicurigai akan membahayakan blogger atau peselancar internet tanpa disadari.
Pasal 27 ayat (1)
”Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.”
Pasal 27 ayat (3)
”Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik. ”
Pasal 28 ayat (2)
“Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).”
Atas pelanggaran pasal-pasal tersebut, UU ITE memberikan sanksi yang cukup berat sebagaimana di atur dalam Pasal 45 ayat (1) dan (2).
Pasal 45 ayat (1)
“Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Pasal 45 ayat (2)
“Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) atau ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).”

PERANGKAT HUKUM BIDANG IT


PERANGKAT HUKUM BIDANG IT

Kerangka Hukum Bidang Teknologi Informasi

Dampak negatif yang serius karena berkembangnya teknologi informasi terutama teknologi internet harus segera ditangani dan ditanggulangi dengan segala perangkat yang mungkin termasuk perangkat perundangan yang bisa mengendalikan kejahatan dibidang teknologi informasi. Sudah saatnya bahwa hukum yang ada harus bisa mengatasi penyimpangan penggunaan perangkat teknologi informasi sebagai alat bantunya, terutama kejahatan di internet (cybercrime) dengan menerapkan hukum siber (cyberlaw).


Pendapat tentang Cyberlow

Munculnya kejahatan diinternet pada awalnya banyak terjadi pro-kontra terhadap penerapan hukum yang harus dilakukan. Hal ini direnakan saat itu sulit untuk menjerat secara hukum para pelakunya karena beberapa alasan. Alasan yang menjadi kendala seperti sifat kejahatannya bersifat maya, lintas negara, dan sulitnya menemukan pembuktian. Hukum yang ada saat itu yaitu hukum tradisional banyak memunculkan pro-kontra, karena harus menjawab pertanyaan bisa atau tidaknya sistem hukum tradisional mengatur mengenai aktivitas-aktivitas yang dilakukan di Internet.


Mas Wigrantoro dalam naskah akademik tentang RUU bidang Teknologi Informasi menyebutkan, terdapat dua kelompok pendapat dalam menjawab pertanyaan ini, yaitu : – Kelompok pertama berpendapat bahwa hingga saat ini belum ada perundangan yang mengatur masalah kriminalitas penggunaan Teknologi Informasi (cybercrime), dan oleh karenanya jika terjadi tindakan kriminal di dunia cyber sulit bagi aparat penegak hukum untuk menghukum pelakunya. – Kelompok kedua beranggapan bahwa tidak ada kekosongan hukum, oleh karenanya meski belum ada undang – undang yang secara khusus mengatur masalah cybercrime, namun demikian para penegak hukum dapat menggunakan ketentuan hukum yang sudah ada. Pendapat dua kelompok di atas mendorong diajukannya tiga alternatif pendekatan dalam penyediaan perundang-udangan yang mengatur masalah kriminalitas Teknologi Informasi, yaitu :– Alternatif pertama adalah dibuat suatu Undang –Undang khusus yang mengatur masalah Tindak Pidana di Bidang Teknologi Informasi – Alternatif kedua, memasukkan materi kejahatan Teknologi Informasi ke dalam amandemen KUHP yang saat ini sedang digodok oleh Tim Departemen Kehakiman dan HAM, – Alternatif ketiga, melakukan amandemen terhadap semua undang – undang yang diperkirakan akan berhubungan dengan pemanfaatan.


Prinsip dan Pendekatan Hukum

Istilah hukum siber diartikan sebagai padanan kata dari Cyber Law, yang saat ini secara internasional digunakan untuk istilah hukum yang terkait dengan pemanfaatan teknologi informasi. Istilah lain yang juga digunakan adalah hukum Teknologi Informasi (Law of Information Technology) Hukum Dunia Maya (Virtual World Law) dan Hukum Maya antara. Istilah-istilah tersebut lahir mengingat kegiatan internet dan pemanfaatan teknologi informasi berbasis virtual. Dalam ruang siber pelaku pelanggaran seringkali menjadi sulit dijerat karena hukum dan pengadilan Indonesia belum memiliki yurisdiksi terhadap pelaku dan perbuatan hukum yang terjadi, mengingat pelanggaran hukum bersifat transnasional tetapi akibatnya justru memiliki implikasi hukum di Indonesia. Dalam hukum internasional, dikenal tiga jenis jurisdiksi, yaitu :– jurisdiksi untuk menetapkan undang-undang (the jurisdiction to prescribe),– jurisdiksi untuk penegakan hukum (the jurisdiction to enforce), dan – jurisdiksi untuk menuntut (the jurisdiction to adjudicate).


Instrumen Internasional di Bidang Cybercrime Uni Eropa

Instrumen Hukum Internasional publik yang mengatur masalah Kejahatan siber yang saat ini paling mendapat perhatian adalah Konvensi tentang Kejahatan siber (Convention on Cyber Crime) 2001 yang digagas oleh Uni Eropa. Konvensi ini meskipun pada awalnya dibuat oleh


organisasi Regional Eropa, tetapi dalam perkembangannya dimungkinkan untuk diratifikasi dan diaksesi oleh negara manapun didunia yang memiliki komitmen dalam upaya mengatasi kejahatan Siber. Substansi konvensi mencakup area yang cukup luas, bahkan mengandung kebijakan kriminal (criminal policy) yang bertujuan untuk melindungi masyarakat dari cyber crime, baik melalui undang-undang maupun kerjasama internasional.


PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa)

Sidang Umum PBB pada tanggal 4 Desember 2000 menandatangani Resolusi 55/63 yang berisi tentang memerangi tindakan kriminal penyalah- gunaan Teknologi Informasi, Butir – butir Resolusi yang selanjutnya menandai dimulainya perhatian dunia terhadap masalah kejahatan Teknologi Informasi.


Asia Pacific Economy Cooperation (APEC )

Menindak-lanjuti Resolusi PBB 55/63 tersebut di atas para pemimpin ekonomi yang tergabung dalam organisasi Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik (APEC) sepakat membentuk APEC Cybercrime Strategy yang bertujuan mengupayakan secara bersama keamanan Internet (cybersecurity) dan mencegah serta menghukum pelaku cybercrime. Selanjutnya diminta kepada para pemimpin anggota APEC agar membentuk unit – unit pengamanan yang bertugas memerangi kejahatan cybercrime, serta menunjuk personalia yang bertugas sebagai point of contact dalam kerja sama internasional memerangi cybercrime.


Ruang Lingkup Cyber Law


Perspektif Cyber low dalam Hukum Indonesia

Dilihat dari kejadian-kejadian kriminalitas internet dan begitu berkembangnya pemakaian atau emanfaaatan di Indonesia maupun di dunia Internasional, sudah saatnya pemerintah Indonesia menerapkan cyber law sebagai prioritas utama. Urgensi cyber law bagi Indonesia terletak pada keharusan Indonesia untuk mengarahkan transaksitransaksi lewat Internet saat ini agar sesuai dengan standar etik dan hukum yang disepakati dan keharusan untuk meletakkan dasar legal dan kultural bagi masyarakat Indonesia untuk masuk dan menjadi pelaku dalam masyarakat informasi.Pemerintah Indonesia baru saja mengatur masalah HaKI (Hak atas Kekayaan Intelektual), No 19 tahun 2002. Namun undang-undang tersebut berfokus pada persoalan perlindungan kekayaan intelektual saja. Ini terkait dengan persoalan tingginya kasus pembajakan piranti lunak di negeri ini. Kehadiran UU tersebut tentu tidak lepas dari desakan negara-negara produsen piranti lunak itu berasal. Begitu juga dengan dikeluarkannya UU hak patent yang diatur dalam UU no 14 tahun 2001, yang mengatur hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada Inventor atas hasil Invensinya di bidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri Invensinya tersebut atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakannya. Terlepas dari masalah itu, sebenarnya kehadiran cyberlaw yang langsung memfasilitasi eCommerce, eGovernment dan cybercrime sudah sangat diperlukan.



http://bdkpadang.kemenag.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=485:etika-dan-kerangka-hukum-bidang-teknologi-informasi&catid=41:top-headlines

ETIKA PEMANFAATAN IT


Etika Penggunaan Teknologi Iformasi
  • Etika secara umum didefinisakan sebagai satu kepercayaan atau pemikiran yang mengisi suatu individu, yang keberadaannya bisa dipertanggungjawabkan terhadap masyarakat atas prilaku yang diperbuat. Biasanya pengertian etika akan berkaitan dengan masalah moral.
  • Moral adalah tradisi kepercayaan mengenai perilaku benar dan salah yang diakui oleh manusia secara universal. Perbedaanya bahwa etika akan menjadi berbeda dari masyarakat satu dengan masyarakat yang lain.
Pentingnya Etika Komputer
  • Menurut James Moor, terdapat tiga alasan utama minat masyarakat yang tinggi pada etika komputer, yaitu:
  • Kelenturan Logika
  • Fakktor Transformasi
  • Faktor tak kasat mata
  • Merupakan kemampuan memprogram kompter untuk melakukan apapun yang kita inginkan contonya fasilitas e-mail yang bisa sampai tujuan dan dapat dibuka atau dibaca dimanapun kita berada
  • Berhubungan dengan segala operasi internal komputer yang tak kelihatan sehingga membuka peluang pada penyalahgunaan yang tidak tampak.
Berikut adalah etika - etika dasar yang harus kita perhatikan dalam menggunakan Internet, perangkat IT : 
  1. Menggunakan fasilitas TIK untuk melakukan hal yang bermanfaat.
  2. Tidak memasuki sistem informasi orang lain secara illegal.
  3. Tidak memberikan user ID dan password kepada orang lain untuk masuk ke dalam sebuah sistem. Tidak diperkenankan pula untuk menggunakan user ID orang lain untuk masuk ke sebuah sistem.
  4. Tidak mengganggu dan atau merusak sistem informasi orang lain dengan cara apa pun. 
  5. Menggunakan alat pendukung TIK dengan bijaksana dan merawatnya dengan baik.
  6. Tidak menggunakan TIK dalam melakukan perbuatan yang melanggar hukum dan norma-norma yang berlaku di masyarakat.
  7. Menjunjung tinggi Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI). Misalnya, pencantuman url website yang menjadi referensi tulisan kita baik di media cetak atau elektronik
  8. Tetap bersikap sopan dan santun walaupun tidak bertatap muka secara langsung.
Etika IT di Perusahaan

         Etika tersebut akan mengantarkan keberhasilan perusahaan dalam proses pengambilan keputusan manajemen. Kegagalan pada penyajian informasi akan berakibat resiko kegagalan pada perusahaan. Penerapan etika teknologi informasi dalam perusahaan harus dimulai dari dukungan pihak top manajemen terutama pada chief Information Officer (CIO). Kekuatan yang dimiliki CIO dalam menerapkan etika IT pada perusahaannya sangat dipengaruhi akan kesadaran hukum, budaya etika, dan kode etik profesional oleh CIO itu sendiri.






Sumber : http://lisawhy96.blogspot.com/2015/01/etika-dan-kerangka-hukum-bidang.html